Tanjungpinang, sinargebraktv.com
Kesemrawutan kabel jaringan milik perusahaan Internet maupun Provider, yang bergelantungan di sepanjang kota Tanjungpinang, belakangan jadi sorotan tajam sejumlah pihak. Soalnya, secara keseluruhan kabel itu nebeng dengan gratis di setiap tiang listrik milik PLN. Bahkan, telah berlangsung bertahun-tahun. Pastinya, tiang listrik itu dibeli pakai uang rakyat dan milik negara. Herannya, pihak PLN Persero Tanjungpinang justru terkesan adem ayem.
Sebelumnya, media ini telah menyoroti permasalahan tersebut. Jawaban yang didapat dari Benny, yang menjabat sebagai kepala Bagian Administrasi dan Umum di kantor PLN Persero Tanjungpinang, ketika dikonfirmasi, mengatakan, pihaknya telah memberi himbauan kepada perusahaan yang mencantolkan kabel jaringannya di tiang listrik milik PLN.
“Kami selalu menghimbau perusahaan yang mencantolkan kabel jaringan nya ke tiang listrik. Kalaupun saat ini tampak semakin banyak yang bergelantungan, bahkan semakin semrawut, saya yakin, mereka memasangnya di malam hari. Artinya, diluar sepengetahuan kami, “bebernya di lobby room kantor PLN Persero Tanjungpinang (05/11/2025).
Disisi lain, tak sedikit warga dari sejumlah pemukiman di kota Tanjungpinang, malah tertarik mengomentari kondisi kabel jaringan perusahaan swasta yang bergelantungan itu. Sebut saja Udin. Pria yang mengaku karyawan di salah satu perusahaan di Galang Batang Kabupaten Bintan ini, merasa risih melihat kondisi kabel jaringan yang tampak semrawut di sepanjang jalan kota Tanjungpinang,
“Memang mengherankan bang. Kenapa kesemrawutan kabel jaringan itu dibiarin sampai bertahun-tahun. Saya sebagai warga Tanjungpinang merasa heran melihatnya bang. Apa nggak ada aturan untuk menertibkannya, “tanyanya di Batu Empat Tanjungpinang (06/11/2025).
Secara umum, tiang listrik itu milik negara. Dan tak bisa dipungkiri, bahwa tiang listrik itu aset PT PLN (Persero), yang merupakan Barang Milik Negara (BMN). Maka, penggunaannya oleh pihak ketiga seperti provider internet, TV kabel, atau telekomunikasi tidak boleh sembarangan, dan harus melalui izin resmi serta perjanjian kerja sama dengan PLN.
Kondisi kabel jaringan yang tampak semrawut itu memang terbiar sampai saat ini. Kuat dugaan, ada setoran siluman yang mengenyangkan. Membuat kesemrawutan itu bisa awet. Untuk itu, diminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) di daerah ini, agar segera menelusurinya.
Dasar Hukum dalam persoalan itu adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Dalam Pasal 44 mengatakan, Barang milik negara atau daerah yang digunakan untuk kepentingan ketenagalistrikan tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain tanpa izin dari pemegang hak pengelolaan (dalam hal ini PLN-red).
Tak hanya itu. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2010 juga mengatakan, Mengatur kerja sama pemanfaatan aset BUMN oleh pihak lain, termasuk kewajiban perjanjian dan imbal hasil (sewa atau bagi hasil-red). Selain lain itu, masih ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.06/2020, tentang pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) yang menyebutkan, bahwa aset negara bisa dimanfaatkan oleh pihak lain melalui mekanisme sewa, kerja sama, atau pinjam pakai dengan izin dari pengelola (Kemenkeu/PLN-red). Dan juga, Perjanjian Teknis PLN dengan Provider.
Biasanya, PLN dan pihak provider membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS). Artinya, mengatur Besaran sewa per tiang. Ketentuan keselamatan dan jarak aman kabel. Larangan mengganggu jaringan listrik dan tanggung jawab jika terjadi kerusakan atau kecelakaan.
Sementara, Proses umum yang harus ditempuh Provider adalah, Mengajukan permohonan resmi ke PLN setempat untuk penggunaan tiang. Melakukan survei teknis bersama untuk memastikan tiang yang akan dipakai aman dan sesuai standar. Selain itu, Menandatangani perjanjian kerja sama (PKS). Membayar biaya sewa atau kontribusi sesuai kesepakatan. Melaksanakan pemasangan kabel sesuai SOP PLN.
Jika provider memasang kabel di tiang PLN tanpa izin, PLN berhak memutus dan mencopot kabel tersebut. Provider dapat dikenakan sanksi administratif atau tuntutan ganti rugi. Dalam beberapa kasus yang terjadi, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap aset negara. (Richard).















